Sejak kejadian di mobil itu kakak saya semakin gencar mempelajari prana, clairvoyance dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu dan saya sering diceritakan berbagai hal yang dia alami serta berbagai teori yang dia pelajari maupun dia baca. Sebenarnya seringkali saya merasa teori-teori
dan pengalaman dia agak berlebihan dan tidak masuk akal namun saya jarang berdebat dengannya karena kakak saya adalah tipe yang kalau sudah merasa satu hal itu benar, sulit untuk diyakinkan sebaliknya, jadi percuma saja membuang waktu bicara panjang lebar dan lebih mudah tinggal bilang “ya, betul”. Namun harus saya akui bahwa cerita-ceritanya itulah yang memancing rasa ingin tahu saya menjadi semakin dalam untuk dapat membuktikan sendiri apakah yang dia ceritakan
adalah benar seperti itu atau hanya imajinasi nya saja. Saya menjadi sering lagi berlatih chi dan memfokuskan aliran tenaga ke antara kedua alis saya, namun yang saya dapatkan bukanlah
kemampuan melihat aliran energi yang semakin jelas, melainkan bayangan-bayangan yang sering saya lihat muncul semakin sering; selain itu “tokoh” dan “kisah” yang terlihat semakin banyak dan semakin variatif bahkan sampai ke titik dimana saya merasa yakin bahwa putra pertama saya yang lahir pertengahan tahun 1996 adalah berasal dari salah satu tokoh yang saya lihat dalam bayangan tersebut.
Pertengahan tahun 1997 krisis moneter dimulai dan kesibukan pekerjaan kembali membuat saya berhenti berlatih chi dan kondisi ini baru berubah lagi di tahun 1998, dimana setelah kerusuhan, saya sekeluarga kembali ikut orangtua saya pindah ke Tigaraksa, Tangerang. Selama tinggal disana saya
mencoba untuk bekerja di sebuah perusahaan software house yang berada di daerah Harmoni, yang berarti setiap harinya saya harus menempuh perjalanan 3 jam pergi dan 3 jam pulang
dengan naik kendaraan umum. Pada masa-masa inilah saya berlatih melihat aura dengan cara melihat aura orang lain, yang duduk di kendaraan yang sama maupun yang berada di jalanan. Awalnya saya tidak merasa ada perbedaan, setiap hari hanya bisa melihat aura di sekitar kepala dan warnanya hanya
terbatas pada 1 atau 2 macam saja, tetapi karena toh saya tidak ada hal lain yang bisa dilakukan selama di perjalanan, saya tetap teruskan saja, hitung-hitung daripada ketiduran dan mengakibatkan tempat tujuan terlewati. Setelah kurang lebih 6 bulan berlatih, perlahan tapi pasti, kemampuan saya untuk melihat aura terus meningkat, sampai akhirnya saya melihat bahwa pada posisi-posisi tertentu ada warna-warna yang berbeda dan terlihat berlapis-lapis, namun pada waktu itu saya tidak tahu bahwa itu yang dinamakan cakra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar